Lahan Pertanian Provinsi Banten Semakin Menipis

Sumber Gambar :

Lahan Pertanian Provinsi Banten Semakin Menipis

Serang 21 Januari 2021-

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Klasifikasi lahan pertanian yang digunakan oleh FAO membagi lahan pertanian menjadi beberapa jenis. Lahan garapan dan lahan tanaman permanen dapat disebut sebagai "lahan budidaya". Sedangkan lahan usaha tani merujuk pada lahan yang tidak hanya digunakan untuk budi daya tanaman saja, tetapi juga mencakup struktur fisik seperti gudang pertanian dan kandang serta memiliki struktur ekonomi yang lebih rumit.

Penyediaan pangan merupakan isu paling strategis dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, upaya untuk membangun ketahanan pangan yang kokoh selalu menjadi fokus utama pembangunan pertanian nasional sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam membangun ketahanan pangan perhatian lebih besar diberikan kepada penyediaan pangan pokok, yaitu beras. Upaya swasembada beras telah dicanangkan sejak masa penjajahan. Pada periode pemerintahan Kabinet Bersatu II upaya swasembada pangan diperluas menjadi swasembada beberapa komoditas pangan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi (Kementerian Pertanian, 2010).

Salah satu unsur penting dalam memproduksi pangan adalah ketersediaan lahan karena lahan merupakan faktor produksi utama untuk memproduksi pangan. Lahan merupakan sumber daya ekonomi yang ketersediaannya relatif tetap, tetapi kebutuhannya terus meningkat akibat kebutuhan pembangunan. Di samping itu, lahan juga memiliki karakteristik yang spesifik (topografi, kemiringan, tekstur tanah, kandungan kimia, dsb.), sehingga kesesuaian pemanfaatannya akan sangat tergantung pada kebutuhan kegiatan ekonomi yang dikembangkan. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan perlu diarahkan pada kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang (Dardak, 2005).

Lahan pertanian secara garis besar dapat dibedakan atas lahan kering dan lahan sawah. Dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional penyediaan lahan sawah sangat penting karena sebagian besar produksi beras yang merupakan bahan pangan pokok dihasilkan dari lahan sawah. Bahan pangan lainnya seperti jagung, kedelai, kacang tanah, dan sayuran juga banyak dihasilkan dari lahan sawah di samping dari lahan kering.

Penyediaan lahan pertanian untuk pangan saat ini menghadapi tekanan akibat persaingan dengan sektor lain sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk. Kondisi demikian menyebabkan lahan pertanian pangan dihadapkan kepada masalah penurunan luas lahan akibat dikonversi ke penggunaan nonpertanian. Konversi lahan tersebut juga banyak terjadi pada lahan sawah yang merupakan sumber daya lahan utama untuk menghasilkan bahan pangan pokok. Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa luas sawah yang dikonversi ke penggunaan nonpertanian sekitar 110 ha selama tahun 2000±2002 dan sebagian besar konversi lahan tersebut ditujukan untuk pembangunan perumahan penduduk (sekitar 49% lahan) di samping untuk pembangunan infrastruktur publik, perkantoran, dan pertokoan serta industri (Irawan, 2008).

Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian dapat menimbulkan dampak negatif perhadap pembangunan pertanian, yaitu (a) secara langsung konversi lahan pertanian ke nonpertanian telah menurunkan kapasitas produksi pertanian; (b) rusaknya sistem pengairan di daerah produksi yang sudah dibangun; dan (c) hilangnya investasi yang telah ditanamkan dalam membangun waduk, jaringan irigasi, dan pencetakan sawah (Sumaryanto et al., 1996). Dalam konteks penyediaan pangan Irawan (2008) mengungkapkan dampak konversi lahan sawah tersebut cenderung bersifat permanen karena lahan sawah yang telah dikonversi ke penggunaan nonpertanian tidak pernah berubah kembali menjadi lahan sawah. Di samping itu, konversi lahan sawah dapat menyebabkan dampak lingkungan dan dampak sosial di daerah perdesaan akibat hilangnya kesempatan kerja pertanian.

Dalam rangka mendukung ketahanan pangan kebijakan penyediaan lahan pertanian selama ini lebih difokuskan pada dua upaya, yaitu (1) mengendalikan konversi lahan sawah, dan (2) memperluas lahan sawah untuk mengimbangi pengurangan luas sawah akibat konversi lahan. Mengingat pentingnya peranan lahan sawah dalam produksi padi berbagai peraturan telah diterbitkan pemerintah untuk mencegah konversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian, terutama lahan sawah beririgasi teknis. Namun, berbagai peraturan tersebut terkesan tidak efektif sehingga pemerintah pada akhirnya menerbitkan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut setiap kabupaten/kota harus menetapkan kawasan lahan pertanian penghasil pangan berkelanjutan, yaitu lahan pertanian yang dilindungi dan dikembangkan untuk menghasilkan bahan pangan pokok.

Di samping itu, setiap kabupaten/kota juga harus mencadangkan dan melindungi lahan pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian penghasil pangan berkelanjutan. Namun, dalam implementasinya penetapan kawasan lahan pertanian penghasil pangan berkelanjutan tersebut belum banyak dilakukan oleh kabupaten/kota akibat berbagai masalah. Kebijakan pencetakan lahan sawah sudah sejak lama dilakukan pemerintah yang diawali dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 1980. Keppres ini dikeluarkan dengan pertimbangan (1) untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama beras dan dalam rangka usaha swasembada pangan serta untuk meningkatkan pendapatan para petani, maka dipandang perlu mengusahakan penambahan areal pertanian persawahan yang telah ada dengan cara pencetakan sawah baru; (2) untuk penambahan areal pertanian persawahan tersebut, mutlak diperlukan tersedianya tanah yang menurut kemampuan serta kemungkinannya dapat dijadikan areal pertanian persawahan; dan (3) kegiatan pembangunan irigasi yang sudah dibangun oleh pemerintah perlu diikuti dengan kegiatan pencetakan sawah.

Menurut Ibu Aan Muawanah Selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten. Semakin menipisnya ketersediaan lahan pertanian di Provinsi Banten akibat tergerus oleh pembangunan, diperlukan upaya dan terobosan baru dalam menjaga ketersediaan hasil pertanian sekaligus menjaga ketahan pangan masyarakat, salah satunya dengan memanfaatkan lahan tidur milik developer yang ada di perkotaan agar bisa digarap oleh petani.

Meskipun begitu, Ibu Aan Muawanah menilai, sampai saat ini pengelolaan lahan tidur milik developer yang ada di perkotaan masih belum optimal digarap oleh petani. Akibatnya, banyak lahan tidur dibiarkan kosong sebelum dibangun menjadi perumahan.

“Pemanfaatan masih belum optimal. Terutama yang milik developer ya, belum optimal yang ada diperkotaan,” ungkap Ibu Aan. Menurut beliau, perlu adanya dukungan kepada petani agar pengelolaan lahan tidur milik developer dalam menjaga ketahanan pangan di Provinsi Banten bisa selalu terjaga, selain menghindari kebiasaan masyarakat yang konsumtif, mengandalkan semua kebutuhan sehari-hari dari membeli, sementara banyak lahan yang masih bisa digarap dan dikerjasamakan.

Disamping itu, Ibu Kadis Ketapang ini juga berharap kepada pihak developer yang ada di Provinsi Banten untuk memperkenankan tanahnya digarap oleh petani, sampai batas waktu yang ditentukan. “Untuk itu, perlu sebuah regulasi atau sebuah perjanjian dulu, berapa tahun ini lahan tidak digunakan agar bisa digarap petani,” katanya.

Ibu Aan sendiri mengaku telah melakukannya dangan memfasiltasi pihak developer dan petani sekitar saat dirinya masih menjabat di wilayah Kabupaten Tangerang, dan hasilnya sukses membuahkan hasil. “Saat itu saat masih di Tangerang dengan mengoptimalkan lahan untuk tanaman holtikultura,” ujar Ibu Aan. Pada sisi lain, dirinya juga mengajak kepada seluruh masyarakat Banten untuk memanfaatkan lahan pekarangan rumahnya masing-masing agar bisa ditanami kebutuhan sehari-hari, seperti cabai, tomat, sayuran dan masih banyak lagi.

“Supaya mindset nya menanam, menanam dan menanam sendiri. sekecil apapun lahan dihalaman kita, ayo kita gunakan menanam. Masa sih cengek, tomat kita harus beli kewarung, hanya beli 2 biji 3 biji. kalau menanam sendiri kan enak,” Pungkasnya saat di jumpai media.

 


Share this Post