INDIKATOR PENYUSUNAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN; FSVA KABUPATEN / KOTA PERIODE 2021
Sumber Gambar :INDIKATOR PENYUSUNAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN; FSVA KABUPATEN / KOTA PERIODE 2021
Ketahanan pangan selalu menjadi isu strategis, karena pemenuhan pangan merupakan hak setiap warga negara yang harus dijamin kuantitas dan kualitasnya, aman dan bergizi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang sehat, cerdas, aktif dan produktif. Badan Ketahanan Pangan (BKP) diberi amanah untuk melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan nasional. Salah satu fokus utama yang harus dilaksanakan BKP adalah pengentasan daerah rentan rawan pangan dengan mengkoordinasikan kegiatan lintas sektor. Daerah rentan rawan pangan ditargetkan turun dari 18% menjadi 10% pada tahun 2024.
Untuk mengevaluasi pencapaian target ketahanan pangan, BKP menyusun Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA) yang di-update setiap tahun pada tingkat kabupaten dan kecamatan di seluruh Indonesia. Akurasi peta terus ditingkatkan dengan mendetailkan pemetaan sampai tingkat desa, agar permasalahan dan tantangan yang menyebabkan terjadinya masalah pangan, kemiskinan dan stunting dapat dilakukan intervensi program/kegiatan secara lebih tepat sasaran, efektif, dan efisien. Tidak hanya itu, dengan FSVA, pemantauan dini dapat lebih ditingkatkan agar kejadian rawan pangan dapat dideteksi lebih dini.
“Saya berharap, FSVA di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota selalu dimutakhirkan agar potret ketahanan dan kerentanan pangan terkini dapat mencerminkan kondisi dan fakta terbaru sebagai hasil dari pembangunan yang telah dilakukan” ujar Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng. selaku Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Sinergi lintas sektor perlu terus ditingkatkan dalam program intervensi kerentanan pangan agar seluruh wilayah Indonesia menjadi tahan pangan dan setiap individu sehat, cerdas, aktif, dan produktif.
Menurut Dr. Andriko Noto Susanto, SP, MP. Beliau selaku Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan bahwasannya sebagaimana menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi mengamanatkan tentang pentingnya penyediaan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang terintegrasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk keperluan perencanaan dan evaluasi program sekaligus sebagai sistem peringatan dini terhadap masalah pangan dan gizi.
“Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan mengembangkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) yang diperbaharui setiap tahunnya” pungkasnya. FSVA disusun pada tingkat nasional, provinsi, serta kabupaten/kota. FSVA menyediakan informasi bagi para pengambil keputusan sebagai salah satu dasar dalam menyusun perencanaan program dan kebijakan ketahanan pangan dan gizi termasuk upaya untuk pengentasan daerah rentan rawan pangan.
Informasi tentang ketahanan dan kerentanan pangan penting untuk memberikan informasi kepada para pengambil keputusan dalam pembuatan program dan kebijakan, baik di tingkat pusat maupun tingkat lokal, untuk lebih memprioritaskan intervensi dan program berdasarkan kebutuhan dan potensi dampak kerawanan pangan yang tinggi. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu instrumen untuk mengelola krisis pangan dalam rangka upaya perlindungan/penghindaran dari krisis pangan dan gizi baik jangka pendek, menengah maupun panjang.
Dalam rangka menyediakan informasi ketahanan pangan yang yang akurat dan komprehensif, maka disusunlah Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) sebagai salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk monitoring ketahanan pangan wilayah. Di tingkat nasional, FSVA disusun sejak tahun 2002 melalui kerja sama dengan World Food Programme (WFP). Pada tahun 2005, kerjasama tersebut menghasilkan Peta Kerawanan Pangan/Food Insecurity Atlas (FIA). Pada tahun 2009, FIA berubah menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. Sejak tahun 2018 FSVA disusun setiap tahun untuk mengevaluasi perkembangan situasi ketahanan dan kerentanan pangan wilayah.
Sebagai tindak lanjut penyusunan FSVA Nasional, disusun pula FSVA Provinsi dengan analisis sampai tingkat kecamatan dan FSVA Kabupaten dengan analisis sampai tingkat desa. Dengan demikian, permasalahan pangan dapat dideteksi secara cepat berdasarkan cakupan wilayahnya. Tahun 2021 penyusunan FSVA dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota.
FSVA Kabupaten/Kota menyediakan sarana bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, sehingga program dari berbagai sektor, seperti pelayanan jasa, pembangunan manusia dan infrastruktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan, dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan serta ketahanan pangan dan gizi masyarakat di tingkat desa.
Untuk memudahkan petugas di daerah dalam pelaksanaan penyusunan FSVA Kabupaten/Kota, maka disusunlah Panduan FSVA. Panduan ini selain memberikan arahan teknis juga memberikan latar belakang pemilihan indikator dan metodologi analisis ketahanan pangan wilayah dengan memperhatikan ketersediaan data di tingkat desa/kelurahan.
Ketahanan Pangan berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
(Kerangka
Konseptual Ketahanan Pangan dan Gizi)
Kerangka konseptual ketahanan pangan dalam penyusunan FSVA 2021 (Gambar 1) dibangun berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan, serta mengintegrasikan gizi dan keamanan pangan di dalam keseluruhan pilar tersebut. Pilar ketersediaan pangan didefinisikan sebagai kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta impor dan bantuan pangan apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Pilar akses atau keterjangkauan pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan yang bergizi, melalui satu atau kombinasi dari berbagai sumber seperti: produksi dan persediaan sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Dalam kerangka ketahanan pangan, akses menjadi penting karena pangan yang tersedia dalam jumlah yang cukup di suatu wilayah bisa jadi tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena keterbatasan fisik, ekonomi atau sosial.
Pilar pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi. Pemanfaatan pangan meliputi cara penyimpanan, pengolahan, penyiapan dan keamanan makanan dan minuman, kondisi kebersihan, kebiasaan pemberian makan (terutama bagi individu dengan kebutuhan makanan khusus), distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai dengan kebutuhan individu (pertumbuhan, kehamilan dan menyusui), dan status kesehatan setiap anggota rumah tangga. Mengingat peran yang besar dari seorang ibu dalam meningkatkan profil gizi keluarga, terutama untuk bayi dan anak-anak, pendidikan ibu sering digunakan sebagai salah satu proxy untuk mengukur pemanfaatan pangan rumah tangga.
Untuk mendukung berjalannya ketiga pilar tersebut diperlukan sumberdaya dan lingkungan strategis diantaranya situasi politik dan ekonomi makro yang kondusif, perdagangan internasional dan domestik yang berkeadilan bagi produsen dan konsumen, ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan, kondisi iklim dan agroekologi serta ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang mendukung peningkatan produksi pangan. Memadainya sumberdaya dan lingkungan strategis akan memudahkan kinerja ketiga pilar ketahanan pangan untuk mewujudkan tujuan akhirnya yaitu meningkatnya status pangan dan gizi rumah tangga maupun nasional. Status pangan dan gizi rumah tangga dan nasional tercermin dari sumberdaya manusianya yang dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
FSVA Kabupaten/Kota ini disusun dengan tujuan:
1. Memberikan acuan bagi petugas di
daerah dalam penyusunan FSVA Kabupaten/Kota; dan
2. Meningkatkan kemampuan petugas dalam melaksanakan analisis ketahanan pangan wilayah.
Kerentanan pangan dan gizi adalah
masalah multi-dimensional yang memerlukan analisis dari sejumlah parameter.
Kompleksitas masalah ketahanan pangan dan gizi dapat dikurangi dengan
mengelompokkan beberapa indikator ke dalam tiga kelompok yang berbeda tetapi
saling berhubungan, yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan
pemanfaatan pangan secara individu. Pertimbangan gizi, termasuk ketersediaan
dan keterjangkauan bahan pangan bergizi, tersebar di dalam tiga kelompok
tersebut.
Kerentanan terhadap kerawanan pangan
di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota memiliki karakteristiknya
masing-masing sehingga tidak semua indikator nasional maupun provinsi dapat
digunakan untuk memetakan kerentanan terhadap kerawanan pangan di tingkat
kabupaten/kota. Pemilihan indikator didasarkan pada: (i) hasil review terhadap
pemetaan wilayah rentan rawan pangan yang telah dilakukan sebelumnya; (ii)
tingkat sensitivitas dalam mengukur situasi ketahanan pangan dan gizi; (iii)
keterwakilan pilar ketahanan pangan dan gizi; dan (iv) ketersediaan data di
tingkat desa/kelurahan. Dengan pertimbangan tersebut, maka indikator yang
digunakan dalam FSVA Kabupaten sebanyak enam indikator dan FSVA Kota sebanyak
lima indikator yang mencerminkan tiga aspek ketahanan pangan. Indikator luas
lahan pertanian tidak digunakan dalam analisis komposit FSVA Kota.
Tabel 1. Indikator FSVA
Kabupaten/Kota
|
Indikator |
Definisi |
Sumber Data |
|
A. Aspek Ketersediaan Pangan |
||
|
Rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk |
Luas lahan pertanian dibandingkan dengan jumlah penduduk
desa |
ü BPS, 2020 ü Pusat Data dan Informasi Kementan,
2020 ü Dinas Pertanian, 2020 ü Dinas Kependudukan, 2020 |
|
|
|
|
|
Rasio jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan terhadap
jumlah rumah tangga |
Jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (pasar,
minimarket, toko, warung, restoran, dll) dibandingkan dengan jumlah rumah
tangga di desa |
ü Potensi Desa (Podes) 2020, BPS ü Dinas Perdagangan, 2020 ü
|
|
Desa yang tidak memiliki akses penghubung memadai melalui
darat, air atau udara |
Desa yang tidak memiliki akses penghubung memadai dengan
kriteria: (1) Desa dengan sarana transportasi darat tidak dapat dilalui
sepanjang tahun; atau (2) Desa dengan sarana transportasi air atau udara
namun tidak tersedia angkutan umum. |
ü
Potensi Desa (Podes) 2020, BPS ü Dinas Perhubungan, 2020
|
|
C. Aspek Pemanfaatan Pangan |
||
|
Rasio jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap
jumlah rumah tangga
|
Jumlah rumah tangga Desil 1 s/d 4 dengan sumber air bersih
tidak terlindung dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di desa
|
ü Data Terpadu Kesejahteraan Sosial,
Kemensos 2020 ü Dinas Sosial, 2020 ü Dinas Kesehatan, 2020 ü Sensus Penduduk 2020, BPS ü Dinas Kependudukan, 2020
|
|
Rasio jumlah penduduk per
tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk
|
Jumlah penduduk desa per
tenaga kesehatan yang terdiri dari: 1) Dokter umum/spesialis; 2) Dokter gigi;
3) Bidan; dan 4) Tenaga kesehatan lainnya (perawat, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, apoteker/asisten apoteker) dibandingkan dengan
kepadatan penduduk desa |
ü
Potensi Desa
2020, BPS ü
Dinas
Kesehatan, 2020 ü
Sensus Penduduk
2020, BPS ü
Dinas
Kependudukan, 2020
|
Data Tabel diatas menunjukan Indikator FSVA Kab/Kota berdasarkan Aspek Ketersediaan Pangan dan Aspek Pemanfaatan Pangan berdasarkan Panduan Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan FSVA Kab/Kota 2021. Panduan Penyusunan FSVA disusun untuk mempermudah para petugas dalam memahami konsep dan penyusunan FSVA di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Panduan FSVA tahun 2021, merupakan penyempurnaan dari Panduan FSVA sebelumnya berupa pemutakhiran metodologi yang digunakan. Panduan ini dilengkapi dengan empat modul di mana Modul I berisi tentang penjelasan indikator FSVA, Modul II tentang analisis FSVA, Modul III tentang pemetaan menggunakan software Quantum-GIS, dan Modul IV tentang FSVA Interaktif.