PENTINGNYA MEMAHAMI FOOD LOSS AND WASTE

Sumber Gambar :

PENTINGNYA MEMAHAMI FOOD LOSS AND WASTE

(Ibu Aan Muawanah sedang memimpin rapat)

 

Serang, 21 Juli 2022, Dinas Ketahanan Pangan sukses menggelar acara sosialisasi Food Loss and Waste di Aula ruang rapat Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten Jl. Syech Nawawi AlBantani Kawasan Pusat Pemeritahan Provinsi Banten (KP3B) Curug Palima Serang Banten.

 

Food loss adalah sampah makanan yang berasal dari bahan pangan seperti sayuran,buah-buahan atau makanan yang masih mentah namun sudah tidak bisa diolah menjadi makanan dan akhirnya dibuang begitu saja.

Food loss menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan bahan makanan untuk memasak. Di Indonesia sendiri kasus food loss sudah banyak terjadi, salah satunya yang terjadi di Banyuwangi dimana para petani buah naga membuang buah naga yang masih segar ke sungai. Keadaan ini sangat disayangkan sekali.

Penyebab Food Loss:

·         Proses pra-panen tidak menghasilkan mutu yang diinginkan pasar.

·         Permasalahan dalam penyimpanan, penanganan, pengemasan sehingga produsen memutuskan untuk membuang bahan pangan tersebut.

·         Kurangnya permintaan konsumen di pasar.

·         Permainan harga pasar antara agen dan distributor yang menyebabkan harga melonjak tajam, dan ujung-ujungnya tidak terjual.

·         Terlalu lama di gudang dan lama kelamaan menjadi basi,berjamur, dan berbau busuk.

·         Tidak disimpan secara sempurna sehingga umurnya menjadi pendek.

·         Dan kalian yang kurang bijak membeli bahan makanan dan akhirnya bahan makanan tersebut membusuk di tempat penyimpanan (kulkas).

Maka dari itu, sebagai konsumen seharusnya kita harus membuat planning yang lebih baik sebelum membeli bahan makanan agar bahan makanan tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya.

 

 

Food Waste

Food Waste adalah makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia namun dibuang begitu saja dan akhirnya menumpuk di TPA.

Food waste yang menumpuk di TPA menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Sedangkan keduanya tidak sehat untuk bumi.

Gas-gas tersebut terbawa ke atmosfer dan berpotensi merusak lapisan ozon. Padahal, salah satu fungsi lapisan ozon adalah menjaga kestabilan suhu di bumi. Jika kestabilan suhu terganggu, maka terjadilah pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut akibat dari mencairnya es di bumi.

Penyebab food waste:

·         Tidak menghabiskan makanan.

·         Makan tidak sesuai dengan porsi makananmu.

·         Membeli atau memasak makanan yang tidak kalian sukai.

·         Gaya hidup (gengsi) menghabiskan makanan di depan orang ramai.

Untuk mengurangi jumlah food loss dan food waste, salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan yaitu adalah mindful dalam konsumsi makanan dan dengan menghabiskan makanan yang kamu makan. (zerowaste.id_official.)

 

Kegiatan ini dibuka oleh Ibu Dr. Ir. Hj. Aan Muawanah  selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten, dalam acara ini beliau sekaligus memberikan sambutan dan arahan mengenai kegiatan ini. Dalam penyampaiannya beliau menjelaskan bahwa Salah satu syarat tercapainya ketahanan pangan suatu wilayah adalah adanya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan memenuhi persyaratan gizi bagi penduduk. Bahan pangan yang dapat diproduksi di dalam daerah tersebut diupayakan tetap menjadi pilar utama dalam penyediaan pangan daerah, karena hal tersebut berkaitan dengan perwujudan ketahanan dan kedaulatan pangan wilayah.

 

(Foto para peserta sedang mengikuti rapat)

“syarat tercapainya ketahanan pangan suatu wilayah adalah adanya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan memenuhi persyaratan gizi bagi penduduk” Menurut Ibu Aan Muawanah.

Sementara itu, dalam proses produksi sampai dengan konsumsi ada sebagian pangan yang terbuang. Menurut laporan The Economist tahun 2016-2017 menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara terbesar kedua setelah Arab Saudi yang menghasilkan food waste dan food loss di dunia. Indonesia diperkirakan menghasilkan 13 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Berat ini setara dengan 500 kali berat Monas. Bappenas bersama Waste4Change pada tahun 2020 meluncurkan hasil kajian Food Loss & Waste (FLW) di Indonesia. Kajian ini menelaah timbulan, dampak, dan penyebab FLW dalam lima tahap rantai pasok pangan serta menghitung proyeksi dan menyusun strategi untuk 25 tahun ke depan.

Hasil kajian tersebut menyatakan bahwa selama 20 tahun (2000-2019), timbulan FLW di Indonesia mencapai 23-48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun. Kehilangan ini menghasilkan kerugian sebesar Rp 213 – 551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5% PDB Indonesia per tahun. Sedangkan dari sisi sosial, kehilangan kandungan energi yang hilang akibat food loss and waste diperkirakan setara dengan porsi makan 61 juta – 125 juta orang per tahun.

Menurutnya bahwa Pemerintah akan terus berupaya untuk menurunkan angka food loss and waste sehingga dapat meningkatkan jumlah ketersediaan pangan. “Angka Food loss and Waste tersebut diupayakan akan menurun sehingga secara linier akan meningkatkan jumlah ketersediaan pangan baik ditingkat wilayah maupun di tingkat rumah tangga” Ujar Ibu Aan.

Tujuan kegiatan hari ini adalah melakukan sosialisasi sehingga kita dapat mulai melakukan perubahan perilaku terutama untuk mengurangi jumlah food waste di wilayah Provinsi Banten ini. “Pada tingkat individu dan rumah tangga kita bisa mulai melakukan konsumsi pangan yang bertanggung jawab” Pungkasnya.

Pada penyampaian materi berikutnya dibawakan oleh Ibu Sri Harjanti Nugraeni, SP., MP seorang Analis Ketahanan Pangan Madya dari Badan Pangan Nasional. Pada penyampaiannya beliau menjelaskan Targer SDG’s ke-12 adalah konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dimana pada tahun 2030 menargetkan food waste di tingkat ritel dan konsumen berkurang sampai dengan 50% dan berkurangnya food loss di tahap produksi sampai dengan tahap distribusi.

Menurutnya bahwa Food loss terjadi karena keterbatasan dan  food waste terjadi karena kelalaian atau ketidak tepatan  “Food loss terjadi karena keterbatasan dalam teknologi pemanenan, penyimpanan, pengemasan maupun pemasaran sedangkan food waste terjadi karena kelalaian atau ketidak tepatan dalam perencanaan maupun kebiasaan membuang makanan” Ujar Ibu Sri.

Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh EIU pada tahun 2016, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara tertinggi kedua dalam hal jumlah makanan yang hilang dan terbuang. Ini bukan prestasi yang membanggakan apalagi di tengah jumlang kelaparan, gii buruk dan kemiskinan yang masih tinggi. Ini merupakan sebuah ironi dari sebuah Negara berkembang yang masih memiliki dua masalah pangan yang saling bertolak belakang.

Food loss and waste di Indonesia pada tahun 2000-2019 berkisar antara 23-48 juta ton/tahun dan setara dengan 115-184 kg/kap/tahun. Ini menimbulkan dampak yang sangat luas yang bukan hanya pada dampang kehilangan gizi dimana jumlah itu setara dengan memberi makan 61-125 juta orang tetapi juga dampak ekonomi yang kerugiannya mencapai 213-551 triliun rupiah per tahun.

Jumlah makanan yang terbuang tersebut memberikan harapan agar ada lembaga yang dapat mengelola agar makanan yang tercecer dan hilang tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberi makan kepada orang yang membutuhkan. Jika hal ini dapat dilakukan maka akan ada dua masalah yang tertangani yakni penurunan jumlah food loss and waste juga penurunan angka kelaparan dan kurang gizi di Indonesia.

 

Pada kesmpulannya upaya yang dapat dilakukan mulai dari individu seperti tidak menyisakan makanan yang sudah kita ambil, ambil makanan secukupnya dan lebih bertanggung jawab atas makanan yang ada. Mulai menimbulkan kesadaran bahwa makanan yang terhidang di piring kita adalah makanan yang sudah melalui proses panjang dan terbaik yang dilakukan oleh para petani, peternak dan kemudian diolah dengan cara terbaik sehingga bias menghasilkan makanan yang dapat kita konsumsi. Tanggung jawab kita kepada makanan yang sudah terhidang adalah untuk mnghabiskannya sebagai salah satu usaha kita menghargai jasa para pejuang pangan.

Untuk menjaga food loss dan waste dilakukan untuk mengantisipasi biaya sehingga dapat dilakukan dengan mengukur dan memperkiraan jumlah orang atau pengunjung dengan kebutuhan makan setiap makanan. Dari sisi pembelian, meminimalisir jumlah pangan yang dibeli terutama yang memiliki umur simpan yang pendek atau mencari bahan pangan yang dapat disimpan dalam waktu yang lama. Contoh kita membeli daging atau ikan yang sudah dalam bentuk fillet atau wastebone. Kami sudah ada perjanjian dengan vendor kalau ada pangan yang sudah mendekati expired bisa dikembalikan ke vendor.

Ada beberapa peserta yang menyarankan bahwa menyampaikan bahwa yang bersentuhan langsung dengan Horeka. Bisa dihimbau ke pelaku pariwisata untuk mengurangi tingkat food loss and waste dapat dilakukan dengan edukasi. Biasanya dengan menuliskan poster “Ambil yang anda sukai dan habiskan yang anda ambil “. Cara lain adalah dengan reuse bisa dilakukan untuk mengubah menjadi makanan lain. Ampas buah bisa menjadi ecoenzym. Kami sudah melakukan himbauan.

 

 

 

Red (Ade P)


Share this Post