PENYUSUNAN SKPG PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA
Sumber Gambar :PENYUSUNAN SKPG PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA

Serang,30/09/2024 -Pemantapan pembangunan ketahanan pangan perlu terus diupayakan, antara lain melalui penanganan kondisi kerawanan pangan baik ditingkat wilayah maupun rumah tangga. Salah satu upaya untuk mengantisipasi kerawanan Pangan dan Gizi,telah ditetapkan payung hukum yang akan menjadi acuan bagi pusat dan daerah untuk menganalisis situasi kerawanan pangan dan gizi, yakni Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 16 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi.
Penyelenggaraan Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi dilaksanakan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, yang mengamanatkan tentang pentingnya penyediaan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang terintegrasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk keperluan perencanaan dan evaluasi program sekaligus sebagai sistem peringatan dini terhadap masalah rawan pangan dan gizi.
Dalam upaya pencegahan terhadap kerawanan pangan dan gizi maka perlu disusun situasi pangan dan gizi suatu wilayah secara rutin. Hasil analisis situasi pangan dan gizi tersebut digunakan untuk menetapkan kebijakan dan tindakan segera untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya krisis pangan, dan dalam keadaan normal informasi tersebut dapat digunakan untuk pengelelolaan program Pangan dan Gizi jangka panjang.
Banten merupakan Provinsi yang relatif luas dan memiliki keragaman agroekologi yang berpotensi sebagai penghasil pangan berlimpah. Perbedaan potensi produksi pangan, keragaman iklim, keragaman penduduk, lokasi geografis di wilayah tertentu yang berpotensi bencana alam kekeringan dan banjir mengakibatkan sebagian wilayah Banten berpotensi mengalami permasalahan pangan dan gizi. Namun potensi permasalahan tersebut, salah satunya dapat dicegah dengan menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang merupakan salah satu instrumen/alat deteksi dini terhadap situasi pangan dan gizi suatu wilayah dan memberi informasi alternatif tindakan pencegahan dan penanggulangan yang diperlukan. SKPG sebagai instrumen kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya masalah pangan dan gizi digunakan secara luas di berbagai wilayah.
Pelaksanaan SKPG perlu dipahami tidak hanya sebatas pemantauan situasi pangan dan gizi, melainkan sebagai isyarat dini terhadap perubahan situasi pangan dan gizi. Penerapan SKPG sangat diperlukan sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana terdapat pembagian urusan dalam penanganan kerawanan pangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Pada Tahun 2024 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi tidak memberikan dana dekonsentrasi (APBN Bapanas) dalam kegiatan penyusunan SKPG di Kabupaten Kota seperti yang ada pada tahun sebelumnya. Sebagian Kabupaten Kota masih mengusun analisis SKPG karena merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Dinas yang menangani urusan pangan di Kabupaten Kota terutama untuk Pejabat Fungsional Analis Ketahanan Pangan baik yang diangkat dengan penyetaraan maupun dengan pegangkatan dari jabatan lain. Namun, tidak adanya anggaran menyebabkan beberapa daerah kesulitan mendapatkan data dari dinas terkait yang dibutuhkan dalam penyusunan SKPG.
Penyusunan SKPG membutuhkan beberapa data antara lain angka luas tanam dan puso padi, harga beras, daging ayam dan minyak goreng, dan angka status gizi balita. Data-data tersebut menggambarkan kondisi ketahanan pangan dalam jangka pendek namun perlu untuk langsung ditangani karena jika tidak segera ditangani akan berdampak pada kondisi kerawanan pangan di wilayah tersebut. Penanganan atau intervensi dalam rangka kewaspadaan pangan dan gizi yang dapat dilakukan oleh Dinas yang menangani urusan pangan baik di Provinsi maupun Kabupaten Kota antara lain pemberian bantuan pangan, Gelar Pasar Murah dan pemantauan status gizi balita.
Kabupaten Kota yang masing melaksanakan penyusunan analisis SKPG dengan rutin antara lain: Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Lebak. Sedangkan Kabupaten Kota lainnya yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan Kota Tangerang Selatan sudah tidak melaksanakan analisis SKPG karena keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat melakukan analisis. Di Kabupaten Pandeglang mengalami kesulitan sejak peleburan Dinas Ketahanan Pangan dengan Dinas Pertanian sehingga staf yang mengampu urusan pangan menjadi berkurang. Di Kota Tangerang Selatan terjadi perubahan staf karena adanya promosi sehingga staf yang biasa menangani SKPG mendapat promosi dan belum ada yang dapat menggantikan begitu pula yang terjadi di Kabupaten Serang. Namun untuk Kabupaten Serang masih menyusun analisisnya hanya saja tidak dibuat menjadi laporan.
Kami mengharapkan adanya perhatian dan dukungan dari Bappeda di masing-masing Kabupaten Kota agar analisis dan laporan SKPG dapat dilaksanakan di seluruh Kabupaten Kota yang ada di Provinsi Banten.

Adanya hasil analisis dan laporan SKPG ini diharapkan dapat menjadi early warning system kondisi kerawanan pangan di wilayah baik Kecamatan maupun Kabupaten Kota. Penanganan yang cepat dan tepat akan berdampak pada penurunan angka kerawanan pangan baik di tingkat rumah tangga sampai dengan wilayah.
Beberapa contoh analisis SKPG yang dilakukan oleh Kabupaten Kota seperti pada gambar berikut:

Gambar Peta Indeks Ketersediaan Pangan

Peta Indeks Akses Pangan

Peta Indeks Pemanfaatan Pangan